Jumat, 23 Maret 2012

Ada Apa dengan Supersemar

Pernah dengar istilah Supersemar?
Tentu tak asing di telinga kan?
Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi Supersemar adalah surat perintah yang ditanda tangani oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban/Pangkopkamtib (saat itu) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam mengatasi situasi keamanan yang buruk pada waktu itu.  
Berikut adalah isi dari Supersemar :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SURAT PERINTAH
I.        Mengingat:
1.1.   Tingkatan Revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik nasional maupun Internasional
1.2. Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata/Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966
II.      Menimbang:
2.1.   Perlu adanja ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan djalannja Revolusi.
2.2. Perlu adanja djaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi, ABRI dan Rakjat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala adjaran-adjarannja
III.     Memutuskan/Memerintahkan:
Kepada:
LETNAN DJENDERAL SOEHARTO,
MENTERI PANGLIMA ANGKATAN DARAT
Untuk: Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi:
1.       Mengambil segala tindakan jang dianggap perlu, untuk terdjaminnja keamanan dan ketenangan serta kestabilan djalannja Pemerintahan dan djalannja Revolusi, serta mendjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimin Besar revolusi/mandataris M.P.R.S. demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala adjaran Pemimpin Besar Revolusi.
2.       Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan-Angkatan lain dengan sebaik-baiknja.
3.       Supaya melaporkan segala sesuatu jang bersangkuta-paut dalam tugas dan tanggung-djawabnja seperti tersebut diatas.
IV. Selesai.
Djakarta, 11 Maret 1966

PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/PEMIMPIN BESAR REVOLUSI/
MANDATARIS M.P.R.S.

SOEKARNO
Isi supersemar diatas ini adalah supersemar yang di angkatan udara, dan beberap buku sejarah. Namun demikian bukan berarti supersemar ini tidak mendapat kritikan, karena ada banyak kontroversi tentang isi supersemar itu, adapun kontroversi dari dikeluarkannya supersemar itu antara lain yaitu :
·         Hal pertama yang menjadi kontorversi adalah ketidak jelasan tentang naskah asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian naskah asli surat ini dinyatakan hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan dimana, karena pelaku sejarah peristiwa "lahirnya Supersemar" ini sudah meninggal dunia. Belakangan, keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah Supersemar itu ada pada dokumen pribadi M. Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.
·         Menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan Satu (lettu) Sukardjo Wilardjito, Dia menyatakan bahwa perwira tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada malam hari tanggal 11 Maret 1966 pukul 01.00 dinihari waktu setempat bukan tiga perwira melainkan empat orang perwira yakni ikutnya Brigadir jendral (Brigjen) M. Panggabean. Dimana Presiden di todong pistol untuk menandatangi perintah supersemar, meski sempat terjadi perlawanan, Presiden akhirnya tetap menandatangi dengan pernyataan setelah keadaan aman, mandat akan kembali ditarik.
·         Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak jelas. Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-AD Ali Ebram, saat itu sebagai staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.
·         Kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan asing, Ben Anderson, oleh seorang tentara yang pernah bertugas di Istana Bogor. Tentara tersebut mengemukakan bahwa Supersemar diketik di atas surat yang berkop Markas besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop kepresidenan. Inilah yang menurut Ben menjadi alasan mengapa Supersemar hilang atau sengaja dihilangkan.
Berbagai usaha pernah dilakukan Arsip Nasional untuk mendapatkan kejelasan mengenai surat ini. Bahkan, lembaga ini berkali-kali meminta kepada Jendral (purn) M. Jusuf saksi terakhir hingga akhir hayatnya (8 September 2004), agar bersedia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun selalu gagal. Lembaga ini juga sempat meminta bantuan Muladi yang ketika itu menjabat Mensesneg, Jusuf Kalla, M. Saelan, bahkan meminta DPR untuk memanggil M. Jusuf. Sampai sekarang, usaha Arsip Nasional itu tidak pernah terwujud. Saksi kunci lainnya, adalah mantan presiden Soeharto. Namun dengan wafatnya mantan Presiden Soeharto pada tanggal 27 Januari 2008 membuat sejarah Supersemar semakin sulit untuk diungkap.
Dengan kesimpangsiuran Supersemar itu, sebagian kalangan sejarawan dan hukum Indonesia berpendapat bahwa peristiwa G-30-S/PKI dan terbitnya Surat Perintah Sebelas Maret adalah salah satu dari sekian banyak lembar sejarah Indonesia yang masih misterius. Tentunya ini menjadi pertanyaan besar yang perlu dijawab dengan jelas orang para sejarawan. Namun bagi kita saat ini bukan kepentingan terhadap terungkapnya kebenaran sejarah, meski sangat menginginkan hal itu, tapi yang terpenting adalah bagaimana kita menghargai sejarah. Ya, selalu ingat satu hal. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah. Ya, meski saat ini status kita masih sebagai negara yang berkembang, berkembang, berkembang, tak ada salahnya untuk bisa menjadi bangsa yang besar dengan tetap menghargai dan mengingat sejarah.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar